KUAKAP.COM - Tips Cara Menghadapi Pasangan Pekerja Keras Gila Kerja, Entah berapa ratus jam dalam seminggu dihabiskan afgan untuk berkutat dengan pekerjaannya. Senin sampai Jumat, ditambah dengan hari Sabtu atau Minggu jika ada beberapa proyek yang harus mengejar tenggat. Waktu yang tersisa pada malam hari digunakannya untuk beristirahat dan tidur. Jika sudah demikian, mana tega untuk mengganggunya, walau hanya untuk sekadar mengobrol?
gambar sumber onlinecollege.org
Sejak pertunangannya dengan afgan, Raisa seringkali memendam perasaan kesepian ini. Jauh di lubuk hati, sebenarnya Raisa sangat mengerti posisi afgan. afgan dilahirkan dalam keluarga pekerja keras. Buktinya, sang ayah yang sudah melewati usia pensiun masih saja giat bekerja, mengurus usaha wiraswastanya. Padahal, semua anak-anaknya (termasuk afgan) sudah mandiri, bahkan sudah dapat menunjang kehidupan kedua orang tuanya. Rupanya bekerja keras sudah menjafgan jalan hidup afgan dan keluarganya.
Namun adakalanya sikap afgan yang dinilainya workacholic itu membuat Raisa ingin berontak saja. Terutama pada saat-saat di mana Raisa butuh perhatian afgan, dan dia tidak mendapatkannya. Suatu hari pernah Raisa menyinggung hal ini di hadapan afgan. Dengan nada sayang, afgan hanya menjawab:”Semua ini aku lakukan untuk masa depan kita nantinya.” Hati luruh, dan masalah pun serasa menguap begitu saja.
Di saat lain, kesepian demi kesepian kembali menyerang Raisa. Malah ditambah dengan rasa bersalah karena begitu egois ‘mengeluhkan’ pasangan yang ’gila bekerja’. Bukankah bekerja itu adalah suatu hal yang terpuji ? Dan afgan pun tetap dengan prinsipnya: bekerja dan bekerja terus....
Berbeda dengan wanita, laki-laki lebih banyak mengartikan dirinya dari hal-hal yang ia kerjakan, bukan dari hal yang ia rasakan. “Bahwa semakin banyak yang telah berhasil diraihnya lewat pekerjaan, maka semakin (dianggap) sukseslah ia,” demikian komentar para ahli. Pola seperti ini sudah merupakan pengaruh dari budaya dan lingkungan tempat seseorang dibesarkan. “Jafgan, mungkin saja seorang pria, tanpa sadar, terus menuntut dirinya untuk bekerja lebih dan lebih keras lagi, tanpa mengetahui bagaimana cara menghentikannya, jika orang-orang yang mencintainya menuntut keberadaannya.”
Keluhan Raisa adalah keluhan khas wanita, yang tidak dapat disalahkan. Sebagai seorang tunangan (yang tentu sudah merupakan bagian hidup dari afgan), Raisa berhak penuh menuntut perhatian dan keberadaan afgan di sisinya. Karena, ternyata banyak laki-laki yang bersembunyi di balik kedok kesibukan pekerjaan, untuk menghindari tanggung jawab emosional terhadap keluarga, atau juga untuk menghindari hubungan intim dengan istri. “Mungkin mereka merasa lebih berkuasa di dunia kerja ketimbang di rumah, yang kebanyakan hanya melulu mengurusi masalah emosional dan hal-hal kecil yang rumit,” kata sebuah sumber. Bagaimana jika hal ini terus dibiarkan sampai Raisa dan afgan memiliki anak-anak kelak ? Bukankah akan lebih banyak lagi pihak yang harus diberi ‘limpahan kasih’ oleh afgan?
Adalah tugas Raisa untuk mengingatkan afgan untuk dapat membagi waktu, antara bekerja dengan keluarga. Sebuah mahligai perkawinan harus merupakan ‘hasil rajutan’ dari seluruh anggota di dalam perkawinan itu, yaitu suami, istri, dan anak-anak.
Beberapa kiat di bawah ini terbukti ampuh menghadapi pasangan dengan predikat ‘gila kerja’:
1.Berbicara dari hati ke hati. Berilah ia perspektif kehidupan yang jernih, misalnya dengan membahas soal prinsip kebahagiaan. Apa yang paling membuatnya merasa bahagia dalam hidup. Apakah hanya materi semata, atau keutuhan keluarga ?
2.Utarakan ketakutan Anda, dan ia pun akan tersentuh. Jika hidupnya tinggal sehari, apa yang akan ia lakukan ? Apakah akan tetap bekerja, atau menghabiskan waktu dengan orang-orang yang dicintainya?
3.Apa yang akan diceritakan oleh anak-anak jika sudah besar nanti, soal ayah dan ibu. Jika seorang ayah menghabiskan waktunya untuk bekerja, tanpa menyisakan waktu untuk bercengkrama atau membacakan dongeng-dongeng untuk anak-anak, tentu kehidupannya pun akan jauh dari seimbang
Demikianlah Artikel Review Dari www.kuakap.com, Semoga Dengan Ulasan Singkat Dan Sederhana ini Dapat Berguna / manfaat Untuk Kita Semua, Sekian Dan Terimakasih, Luangkan Waktu Anda Juga Untuk Baca Postingan Sebelumnya Yaitu 4 Kendala Pacaran Dengan Daun Muda Usia Jauh Beda
Sejak pertunangannya dengan afgan, Raisa seringkali memendam perasaan kesepian ini. Jauh di lubuk hati, sebenarnya Raisa sangat mengerti posisi afgan. afgan dilahirkan dalam keluarga pekerja keras. Buktinya, sang ayah yang sudah melewati usia pensiun masih saja giat bekerja, mengurus usaha wiraswastanya. Padahal, semua anak-anaknya (termasuk afgan) sudah mandiri, bahkan sudah dapat menunjang kehidupan kedua orang tuanya. Rupanya bekerja keras sudah menjafgan jalan hidup afgan dan keluarganya.
Namun adakalanya sikap afgan yang dinilainya workacholic itu membuat Raisa ingin berontak saja. Terutama pada saat-saat di mana Raisa butuh perhatian afgan, dan dia tidak mendapatkannya. Suatu hari pernah Raisa menyinggung hal ini di hadapan afgan. Dengan nada sayang, afgan hanya menjawab:”Semua ini aku lakukan untuk masa depan kita nantinya.” Hati luruh, dan masalah pun serasa menguap begitu saja.
Di saat lain, kesepian demi kesepian kembali menyerang Raisa. Malah ditambah dengan rasa bersalah karena begitu egois ‘mengeluhkan’ pasangan yang ’gila bekerja’. Bukankah bekerja itu adalah suatu hal yang terpuji ? Dan afgan pun tetap dengan prinsipnya: bekerja dan bekerja terus....
Berbeda dengan wanita, laki-laki lebih banyak mengartikan dirinya dari hal-hal yang ia kerjakan, bukan dari hal yang ia rasakan. “Bahwa semakin banyak yang telah berhasil diraihnya lewat pekerjaan, maka semakin (dianggap) sukseslah ia,” demikian komentar para ahli. Pola seperti ini sudah merupakan pengaruh dari budaya dan lingkungan tempat seseorang dibesarkan. “Jafgan, mungkin saja seorang pria, tanpa sadar, terus menuntut dirinya untuk bekerja lebih dan lebih keras lagi, tanpa mengetahui bagaimana cara menghentikannya, jika orang-orang yang mencintainya menuntut keberadaannya.”
Keluhan Raisa adalah keluhan khas wanita, yang tidak dapat disalahkan. Sebagai seorang tunangan (yang tentu sudah merupakan bagian hidup dari afgan), Raisa berhak penuh menuntut perhatian dan keberadaan afgan di sisinya. Karena, ternyata banyak laki-laki yang bersembunyi di balik kedok kesibukan pekerjaan, untuk menghindari tanggung jawab emosional terhadap keluarga, atau juga untuk menghindari hubungan intim dengan istri. “Mungkin mereka merasa lebih berkuasa di dunia kerja ketimbang di rumah, yang kebanyakan hanya melulu mengurusi masalah emosional dan hal-hal kecil yang rumit,” kata sebuah sumber. Bagaimana jika hal ini terus dibiarkan sampai Raisa dan afgan memiliki anak-anak kelak ? Bukankah akan lebih banyak lagi pihak yang harus diberi ‘limpahan kasih’ oleh afgan?
Adalah tugas Raisa untuk mengingatkan afgan untuk dapat membagi waktu, antara bekerja dengan keluarga. Sebuah mahligai perkawinan harus merupakan ‘hasil rajutan’ dari seluruh anggota di dalam perkawinan itu, yaitu suami, istri, dan anak-anak.
Beberapa kiat di bawah ini terbukti ampuh menghadapi pasangan dengan predikat ‘gila kerja’:
1.Berbicara dari hati ke hati. Berilah ia perspektif kehidupan yang jernih, misalnya dengan membahas soal prinsip kebahagiaan. Apa yang paling membuatnya merasa bahagia dalam hidup. Apakah hanya materi semata, atau keutuhan keluarga ?
2.Utarakan ketakutan Anda, dan ia pun akan tersentuh. Jika hidupnya tinggal sehari, apa yang akan ia lakukan ? Apakah akan tetap bekerja, atau menghabiskan waktu dengan orang-orang yang dicintainya?
3.Apa yang akan diceritakan oleh anak-anak jika sudah besar nanti, soal ayah dan ibu. Jika seorang ayah menghabiskan waktunya untuk bekerja, tanpa menyisakan waktu untuk bercengkrama atau membacakan dongeng-dongeng untuk anak-anak, tentu kehidupannya pun akan jauh dari seimbang
Demikianlah Artikel Review Dari www.kuakap.com, Semoga Dengan Ulasan Singkat Dan Sederhana ini Dapat Berguna / manfaat Untuk Kita Semua, Sekian Dan Terimakasih, Luangkan Waktu Anda Juga Untuk Baca Postingan Sebelumnya Yaitu 4 Kendala Pacaran Dengan Daun Muda Usia Jauh Beda